Sabtu, 02 Maret 2013

Cerpen Hadijah Nur Islami Siregar,SMPN-1 Lubuk Pakam


Antara Aku, Bang Fazri dan Kak Cindy
-----------------------------------------------
Oleh : Hadijah Nur Islami Siregar


Namaku Nur Ikhwani. Biasa dipanggil Nuri. Kata ayahku, ‘nur’ berarti cahaya. Sedangkan ‘ikhwani’ artinya saudaraku.
            Aku merupakan putri sulung dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan. Sebagai anak pertama, menurut penuturan ayah, dengan nama yang ku sandang itu beliau berharap agar aku dapat menjadi ‘cahaya’ bagi ‘saudara-saudaraku’. Bahkan ‘cahaya persaudaraan’ pada umumnya. Aku sangat bangga karena mempunyai nama yang memiliki makna yang sangat mendamaikan dan berusaha agar nama tidak hanya menjadi pajangan tanpa dapat menunjukkan arti dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
            Saat ini aku adalah seorang siswi di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Tepatnya, aku duduk di bangku kelas VII Bilingual-1. Sebuah kelas di mana kegiatan belajar mengajarnya menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Inggris dan Indonesia. Karena kami masih kelas VII , jadi masih lebih sering memakai bahasa Indonesianya.
            Memasuki bulan kedua bersekolah di SMP aku berkenalan dengan seorang ‘abangkelas’. Ketika itu, oleh karena tak sempat sarapan di rumah maka begitu bel tanda istirahat pertama berbunyi, secara spontan aku bergegas menuju kantin. Aku menjadi orang pertama yang sampai di sana. Perutku benar-benar keroncongan minta diisi.
Segera ku pesan sepiring lontong sayur kepada Ibu Kantin. Dan tak lama kemudian beliaupun menyodorkan pesanan itu ke hadapanku. Tentu saja aku pun langsung menyantapnya tanpa menghiraukan lagi suasana kantin yang mulai dipenuhi kerumunan siswa-siswi yang lain.
“Wah, enak sekali makannya, ya Dik”. Tiba-tiba terdengar sapaan yang ditujukan kepadaku.
Dengan sedikit tersipu malu aku menengadahkan wajah untuk menatap si pemilik suara. Ternyata dia adalah seorang cowok yang duduk persis di depanku. Di bajunya tersemat gambar bintang sebanyak tiga buah dan berwarna hijau yang menunjukkan bahwa ia sudah kelas sembilan.Senyumnya yang simpati dan gayanya yang ramah serta wajahnya yang tampan membuatku jadi serba salah
“He-he-he, iya Bang. Tadi gak sempat sarapan”, ucapku seadanya, sembari menyeruput beberapa teguk air putih dari dalam gelas yang sebelumnya telah aku persiapkan.
“O ya, Abang udah pesan makanan ? Nanti keburu bel masuk lho !?” lanjutku beberapa detik kemudian. “Lagi pula sudah hampir habis makanan yang ada di kantin,” lanjutku dengan tergesa-gesa.
“Cuma beli roti aja. Nih, baru habis juga,” jawabnya sambil memperlihatkan sebuah plastik bekas bungkus roti berukuran agak besar yang berada di tangan kanannya. Sekali lagi aku tersipu malu. Sebab itu berarti sudah lumayan lama pula ia duduk dan memperhatikanku sewaktu melahap sepiring lontong tadi.
“Nama Abang, Fazri. Kalau Adik, siapa ?”
“Nur Ikhwani, Bang”, jawabku sedikit gugup.
Selanjutnya kami pun ngobrol tentang berbagai hal. Terutama yang berkaitan dengan keadaan di sekolah. Tentang sesiapa dan bagaimana sifat guru ini dan guru itu yang mengajar di kelas masing-masing. Saling bertanya dan saling menjawab. Bahkan sama sekali tanpa rasa canggung dan sungkan-sungkan lagi. Seakan-akan kami telah saling mengenal sejak lama. Hingga tak terasa, bel tanda jam istirahat berakhir baru saja berdering dan kami harus segera beranjak meninggalkan kantin untuk kembali ke ruang kelas.
Hari-hari berikutnya hubunganku dengan Bang Fazri pun bertambah dekat dan kian akrab. Semakin sering ia sengaja menemuiku. Malah akhir-akhir ini hampir tiap hari. Entah itu di kantin sekolah atau terkadang datang ke kelasku pada jam-jam istirahat sedang berlangsung. Bahkan tak jarang pula ia mengantarkan aku pulang ke rumahku. Dan sering pula ia mengajariku materi-materi pelajaran yang sulit aku megerti. Dengan sangat sabar ia menjelaskan materi pelajaranku itu.
Pernah dia bercerita padaku bahwa dia sudah menganggapku sebagai anggota dari keluarganya sendiri. bahkan dia sendiri berkata kalau pintu rumahnya selalu terbuka untukku. Aku memandangnya sebagai orang yang mandiri dan berpikiran dewasa. Dan sifatnya sangat santun kepada siapa pun.
Hari-haripun berlalu tanpa terasa .Kami menjadi semakin dekat dan terus bertambah akrab . Di mana ada Bang Fazri, di situ pasti ada aku.
Pernah ada teman yang bertanya tentang hubunganku dengan Bang Fazri. Aku hanya menanggapinya dengan tersenyum. Tapi yang jelas, bagiku Bang Fazri adalah idola sekaligus pelindungku. Setiap kali berjalan berdua hatiku begitu bangga. Rasanya akulah orang yang paling bahagia di dunia.
 Pernah pula ada teman berkomentar: “Nur ,kalian kok lebih mirip abang adik dari pada pacaran ? Soalnya wajah kalian mirip sekali sih”.
 “Ah..., masak ia sih aku mirip dengan Bang Fazri ?” Aku balik bertanya.
“Iya, tanya saja pada orang lain !”
Dengan hati penuh penasaran akupun berlalu dari hadapannya. “Masak iya sih aku mirip Bang Fazri”, kata hatiku.
Kian hari Bang Fazri semakin memberikan perhatian ekstra kepadaku. Setiap pagi ia selalu menelponku untuk segera bangun dan mengigatkan jangan lupa sarapan. Bila dia punya waktu senggang, ia  selalu bercerita padaku melalui layanan pesan singkat (SMS). Setiap kali aku berbuat salah, dia selalu menasehatiku. Setiap kali bimbang tentang suatu hal, dia selalu memberikan aku jalan dengan memberikan saran-saran yang sangat bermutu. Sikapnya yang sangat dewasa itu  membuatku semakin mengaguminya.
Bang Fazri telah menjelma sebagai orang yang istimewa dalam hidupku. Dia selalu setia menemaniku di saat senang maupun susah. Kini hampir semua teman di kelasku mengetahui bahwa Bang Fazri adalah “body guard” ku karena selalu menjaga dan melindungiku.
             Namun pada suatu hari, saat aku berada di depan kelas,  secara tiba–tiba ada seorang kakak kelas datang menghampiriku. Papan nama di dadanya bertuliskan: CINDY.  Sambil marah-marah ia melabrakku. Dia berkata,   “Jauhi Bang Fazri! Aku gak mau kau rebut dia dariku.”
Tentu saja aku terkejut bukan kepalang dibuatnya. Dengan sedikit bingung aku berkata, “Apa maksud Kakak ? Siapa yang saya rebut dari kakak ?”
Setelah emosinya sedikit mereda, akhirnya kakak tersebut menjelaskan bahwa dia adalah pacar Bang Fazri.
Laksana petir di siang-bolong, akupun semakin terkejut mendengarnya. Rasanya badanku seperti sempoyongan dan tak sanggup lagi untuk berdiri.  Tetapi aku segera mengatasi segala perasaan yang berkecamuk di dalam hati.
Ternyata selama ini Kak Cindy merasa aku telah merebut Bang Fazri darinya. Melihat kedekatan kami dan perhatian Bang Fazri terhadapku, Kak Cindy menganggap aku adalah pacar barunya Bang Fazri.
Entah kenapa akupun merasa kurang terima karena dituduh merebut Bang Fazri. Dengan sedikit emosi aku membela diri. Tapi sayangnya, itu malah membangkitkan kembali emosi Kak Cindy. Kami terlibat adu mulut dan bertengkar hebat. Seakan tak ada yang mau mengalah. Masing-masing merasa paling benar. Sampai akhirnya pertengkaran itu dihentikan oleh bunyi bel dan Kak Cindypun berlalu meninggalkanku dengan raut wajah yang memancarkan kekesalan hatinya.
              Rupanya berita pertengkaran tadi sampai juga ke telinga Bang Fazri . Ia ingin segera menjelaskan duduk persoalannya. Bang Fazri mengajakku bertemu di warung bakso dekat sekolah sepulangnya nanti.
Akupun menuruti ajakan Bang Fazri. Ternyata sebelum kami berdua tiba, Kak Cindy sudah menunggu di sana. Wajahnya tampak cemberut masam. Aku berusaha menenteramkan suasana hatiku yang juga masih belum menentu.
Melihat sikap kami begitu, Bang Fazri hanya tersenyum kecil sambil berkata, “Sudahlah, jangan seperti anak kecil! Sekarang, dengarkan dulu penjelasanku!”
Setelah Bang Fazri bercerita, barulah aku dan Kak Cindy tahu kalau dulu ia mempunyai adik yang mirip sekali denganku. Baik wajah maupun sifat-sifatku  membuat ia teringat akan adiknya itu. Menurut Bang Fazri, semua nyaris sama.
Adik Bang Fazri tersebut bernama Dinda. Ia telah meninggal dunia setahun yang lalu akibat kecelakaan lalu-lintas saat dibonceng ayah mereka dalam perjalanan menuju ke sekolah.
Kulihat mata bang Fazri berkaca-kaca saat ia mengingat kembali kejadian itu. Dia begitu terpukul saat kehilangan adik satu-satunya itu. Sampai akhirnya ia bertemu denganku. Baginya, aku adalah pengganti adiknya yang telah pergi untuk selamanya.
Kini akupun mengerti kenapa selama ini bang Fazri begitu memperhatikanku. Walau sedikit kecewa aku menerima kenyataan bahwa pacar  Bang Fazri adalah Kak Cindy. Sedangkan aku hanyalah sebagai pengganti adiknya. Tapi itu justru jauh lebih bermakna dan memberikan keindahan tersendiri bagiku. Sebab memang selayaknyalah aku menjadi adik untuk mereka berdua.  Bang Fazri dan Kak Cindy.
Akhirnya aku dan Kak Cindypun saling bermaaf-maafan. Dua hati yang tadi sempat memanas, kini sudah kembali dingin. Tiga mangkuk bakso di hadapan kami juga sudah hampir dingin. Kami harus segera menyantapnya.(*)

1 komentar:

  1. Kisah Anak Penjelajah

    Dikisahkan ada satu kelompok yang terdiri dari beberapa orang anak yang sering menjelajahi banyak tempat. Seperti biasanya sehabis pulang sekolah mereka pergi ke suatu tempat

    Didi : Teman-teman, kita mau jalan-jalan kemana lagi nih? Semalam dah ke ladang pak Koko, sekarang mau ke mana?

    Dini : Hmm ... bagaimana kalau kita ke pantai? Sekalian kita mengunjungi keramba pamanku

    Putri : Ya udah

    Ayu : Ok

    Bima : Ok juga tuh

    Lia : Terserah aja deh. Yang penting bisa jalan-jalan

    Lina : Hmm (mengangguk)

    Ketika sampai di pantai , mereka saling bertanya-tanya satu sama lain

    Dini : Siapa yang masih ingat berapa bagian besar perairan dan darata yag ada di bumi?

    Putri : Hmm aku lupa , Din!

    Bima : Perairan 2/3 dan daratan 1/3.........hmm

    Lia : Jadi yng besar yang mana ,ya?

    Lina : Ya perairan lah. Kan perairan yang ada di bumi sebagian besarnya adalah lautan

    Semuanya bertepuk tangan bergembira

    Lia : Apakah hanya di bumi yang ada kehidupan?

    Putri : Ya iya lah
    Kan kan hanya di bumi yang ada oksigen dan air sebagai sumber kehidupan

    Ayu : Berarti hanya di bumi yang ada kehidupan , benarkan?

    Didi : Ya dong

    Sambil berjalan di pinggir pantai mereka melihat banyak perahu nelayan Didi pun mendapat sebuah pertanyaan

    Didi : Sejak kapan mulai ada kegiatan berlayar?

    Lia ; Ya sejak zaman nenek moyang kita lah
    Emangnya kamu gak ingat lagu “nenek moyangku seorang pelaut”(dinyanyikan)

    Bima : Kalau begitu kita nyanyi sama –sama yuk

    Lina: Satu, dua, tiga!!!

    (Nyanyi bersama-sama)

    Dini : Nah kebetulan ada perahu pamanku!

    Putri : Ya udah kalau gitu tunggu apa lagi?!

    Dini : Bang bisa antarkan kami ke keramba Paman ? Teman-teman ingin lihat keramba Paman dan ikan-ikan yang ada di sana

    Bang Tino: Ya udah
    Kebetulan abang ingin kesana juga

    Setelah menuggu beberapa lama, akhirnya mereka sampai ke keramba Paman si Dini

    Bang Tino: Nah, kita dah sampai di keramba

    Dini : Paman .......!

    Paman : Eh ada Dini dan Teman-teman, ada yang bisa Paman bantu?

    Dini : Kami cuma mau lihat ikan-ikan yang ada di sini

    Teman-teman Dini : Iya Paman
    Boleh kan Paman?

    Paman : Oh , tentu saja boleh
    Silahkan lihat-lihat!

    Teman-teman dini : Terima kasih Paman....

    Paman: Ya sama-sama

    Bima : Ini ikan Kerapuh ya Paman?

    Paman : Iya
    Nah lihat ! Ini adalah ikan Kakap Merah
    Daging ikan Kerapuh dan Kakap Merah sangat enak
    Kalian lebih suka yang mana?
    Semuanya: Ikan Kakap Merah

    Paman : Ya udah. Nanti Paman kasih beberapa ikan Kakap Merahnya untuk kalian

    Semuanya: Terima kasih Paman

    Setelah sudah puas melihat ikan-ikan yang di budidayakan Paman si Dini, mereka pun pamit pulang dengan membawa beberapa ikan kerapuh yang di berikan oleh Paman si Dini

    Didi : Paman, kami pulang dulu ya

    Ayu : Iya Paman
    Terima kasih atas pemberiannya ya Paman

    Dini : Paman jangan sungkan-sungkan datang ke rumah Dini ya Paman ?

    Paman : Iya, hati-hati di jalan ya?

    Semuanya: Ya Paman
    Kami pulang dulu ya Paman?

    Paman : Iya

    Setelah sampai di tepi pantai dengan perahu yang di bawa oleh Bang Tino mereka langsung pulang ke rumah mereka dengan menempuh jalur yang sama, mereka pun menyanyikan satu lagu lagi

    ~oOo~

    BalasHapus